Breaking News

Makalah NU dan HTI



KATA PENGANTAR

Bismilahirahmanirahim.
          Puji dan syukur kita panjatkan kekhadirat Allah Swt yang telah memberikan taufik dan hidayahNya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurahlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw, para sahabatnya, tabiuttabiin, dan mudah-mudahan sampai kepada kita selau umatnya. Amin.
          Seiring dengan berakhirnya penyusunan makalah ini, sepantasnyalah penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah turut membantu penyusun dalam penyusunan makalah ini.
          Penyusun menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu peyusun berharap adanya kritik dan saran yang membangun. Penyusun berharap kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun maupun pembaca dan mudah-mudahan makalah ini dijadikan ibadah di sisi Allah Swt. Amin.




































BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
1.   Nahdatul Ulama’
nahdlatul ulama (NU) adalah organisasi Islam besar di Indonesia yang berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi. organisasi ini pada awalnya dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar (Ketua). Pertama kali NU terjun pada politik praktis yaitu pada saat menyatakan memisahkan
diri dengan Masyumi di tahun 1952, dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 Kursi konstutuante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Soekrano. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya. GP Ansor NU kemudian menggabungkan diri dengan partai persatuan pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk kembali ke Khittah 1926 yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi. Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU, seperti Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid.
2.  HTI
Hizb ut-Tahrir (Arabحزب التحرير‎ Ḥizb at-TaḥrīrParty of Liberation) adalah organisasi politik pan-Islamis, yang menganggap "ideologinya sebagai ideologi Islam", yang tujuannya membentuk "Khilafah Islam" atau negara Islam. Kekhalifahan baru akan menyatukan komunitas Muslim (Ummah) dalam negara Islam kesatuan (bukan federal). dari negara-negara mayoritas Muslim. Mulai dari Maroko di Afrika Barat ke Filipina selatan di Asia Timur. Negara yang diusulkan akan menegakkan hukum Syariah Islam, kembali ke "tempat yang selayaknya sebagai negara pertama di dunia", dan membawa "dakwah Islam" ke seluruh dunia. Sampai pertengahan 2015 organisasi ini dilarang di Jerman, Rusia, Cina, Mesir, Turki, dan semua negara Arab kecuali Lebanon, Yaman dan UAE. Organisasi ini terlibat dalam "politik kebencian" dan intoleransi yang memberikan pembenaran ideologis untuk kekerasan; memanggil pelaku bom bunuh diri sebagai "martir", menuduh negara-negara barat melancarkan perang terhadap Islam dan Muslim, dan menyerukan penghancuran umat Hindu di Kashmir, orang Rusia di Chechnya dan orang Yahudi di Israel, sampai "negara Islam" telah didirikan.

B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang berdirinya Nu ?
2.      Apa itu HTI
3.      Apa latar belakang berdirinya HTI ?
4.      Mengapa HTI dibubarkan

C.  Tujuan dan Manfaat
·         Untuk mengetahui bagaimana Sejarah dari NU dan HTI.
·         Untuk mengetahui bagaimana paham keagamaan NU dan HTI.
·         Untuk mengetahui alasan HTI dibubarkan.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Nahdatul Ulama’
SEJARAH
Kalangan pesantren gigih melawan kolonialisme dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. Sementara itu, keterbelakangan, baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana–setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya,  muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan. Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi’dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebsan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah. Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga. Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagi Rais Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy’ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.


PAHAM KEAGAMAAN
Nahdlatul Ulama (NU) menganut paham Ahlussunah Wal Jama’ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya Al-Qur’an, Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu, seperti Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fikih mengikuti empat madzhab; Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat. Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil membangkitkan kembali gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
BASIS PENDUKUNG
Jumlah warga Nahdlatul Ulama (NU) atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini mengalami pergeseran, sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi. Warga NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Jika selama ini basis NU lebih kuat di sektor pertanian di pedesaan, maka saat ini, pada sektor perburuhan di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini.
DINAMIKA
Prinsip-prinsip dasar yang dicanangkan Nahdlatul Ulama (NU) telah diterjemahkan dalam perilaku kongkrit. NU banyak mengambil kepeloporan dalam sejarah bangsa Indonesia. Hal itu menunjukkan bahwa organisasi ini hidup secara dinamis dan responsif terhadap perkembangan zaman. Prestasi NU antara lain:
1)      Menghidupkan kembali gerakan pribumisasi Islam, sebagaimana diwariskan oleh para walisongo dan pendahulunya.
2)      Mempelopori perjuangan kebebasan bermadzhab di Mekah, sehingga umat Islam sedunia bisa menjalankan ibadah sesuai dengan madzhab masing-masing.
3)      Mempelopori berdirinya Majlis Islami A’la Indonesia (MIAI) tahun 1937, yang kemudian ikut memperjuangkan tuntutan Indonesia berparlemen.
4)      Memobilisasi perlawanan fisik terhadap kekuatan imperialis melalui Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada tanggal 22 Oktober 1945.
5)      Berubah menjadi partai politik, yang pada Pemilu 1955 berhasil menempati urutan ketiga dalam peroleh suara secara nasional.
6)      Memprakarsai penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) 1965 yang diikuti oleh perwakilan dari 37 negara.
7)      Memperlopori gerakan Islam kultural dan penguatan civil society di Indonesia sepanjang dekade 90-an.
Tujuan Organisasi
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah Wal Jama’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
1)      Usaha Organisasi
2)      Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
3)      Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.
4)      Di bidang sosial-budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai ke-Islaman dan kemanusiaan.
5)      Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
6)      Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Struktur
1)      Pengurus Besar (tingkat Pusat)
2)      Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi)
3)      Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota)
4)      Majelis Wakil Cabang (tingkat Kecamatan)
5)      Pengurus Ranting (tingkat Desa/Kelurahan)
  • Untuk tingkat Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:
1.      Mustasyar (Penasehat)
2.      Syuriah (Pimpinan Tertinggi)
3.      Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
  • Untuk tingkat Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
  1. Syuriaah (Pimpinan tertinggi)
  2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)
B.  HTI

Sejarah Berdirinya Hizbut Tahrir

Hizbut Tahrir selanjutnya disingkat HT adalah sebuah partai politik Islam yang da’wahnya berpijak di atas keharusan mengembalikan khilafah Islamiyyahdengan bertopang kepada fikrah sebagai sarana paling kokoh dalam perubahan. HT adalah sebuah gerakan atau partai politik yang didirikan disebuah kampung didaerah Haifa Palestina oleh Syekh Taqiyuddin al Nabhani [1] (1909-1997 M) pada tahun 1953 M/1372 H. Dengan demikian, HT bukan merupakan kelompok yang bergerak dibidang kerohanian dan bukan pula dilembaga pendidikan atau lembaga sosial.

HT berawal dari sebuah gerakan atau kelompok kecil yang tediri dari beberapa ulama yang dipimpin oleh Syekh Taqiyuddin al Nabhani. Gerakan ini melakukan berbagai studi, penelitian, maupun kegiatan tentang kehidupan umat Islam pada masa lampau dan masa kini. Berbagai studi tersebut dilakukan atas dasar rasa ingin mengetahui apa yang menjadi penybab dari permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam pada masa itu.

Awal aktifitas HT terpusat di Yordania dan Suriah serta Lebanon. Kemudian berkembang ke berbagai negara Islam, di antaranya adalah Mesir, Yordania, Uzbekistan, Lebanon, Pakistan, Malaysia, Indonesia dan negeri-negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam lainnya, bahkan kini telah mencapai Eropa, terutama Austria dan Jerman Barat.

Berkembangnya Hizbut Tahrir di Indonesia

HT mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1983 yang dibawa oleh Abdurrahman al-Bagdadi, salah seoarang anggota HT dari Yordania. Latar belakang masuknya HT di Indonesia tidak jauh berbeda dengan latar belakang berdirinya gerakan ini, begitupun dengan tujuan masuk dan berdirinya gerakan ini di Indonesia. Letak perbedaaannya hanya pada kenyataan bahwa Hizbut Tahrir Indonesia, selanjutnya disingkat HTI, merupakan hasil perluasan wilayah yang dilakukan oleh HT yang berpusat di Yordania.

HTI juga mengalami perkembangan yang cukup baik sejak masuknya gerakan ini pada tahun 1983 M di Bogor. Awalnya gerakan ini hanya terdiri dari 17 orang anggota yang dibina dalam sebuah halaqaholeh Abdurrahman al-Bagdadi, anggota Htdari Yordania. Di bawah rezim pemerintahan Soeharto gerakan ini berjalan di bawah tanah selama 10 tahun, tetapi aktifitas pengkaderan HT tetap berjalan. Pasca reformasi, yaitu saat rezim pemerintahan Soeharto tumbang, HTI ini melakukan aktifitasnya secara terbuka.

Karakteristik Ideologi dan Politis HTI

Dalam konteks Indonesia, sebetulnya HTI bukanlah partai politik, tetapi ia adalah gerakan sosial keagamaan yang aktifitasnya sangat politis. HTI berideologi Islam, berusaha menerapkan dan menegakkan syari’at Islam dan bahkan membangun Daulah Islamiyahyang berbentuk khilafah Islamiyyah.

Menurut HTI kemunduran umat Islam disebabkan oleh lemahnya pemahaman umat Islam terhadap Islam itu sendiri. Segala upaya untuk membangkitkan kaum Muslim menemui kegagalan dikarenakan tiga hal, yaitu pertama, tidak adanya pemahaman yang mendalam mengenai fikrah Islamiyyahdikalangan para aktifis kebangkitan Islam. Kedua, tidak adanya gambaran yang jelas mengenai tariqah Islamiyyahdalam menerapkan fikrah. Ketiga, tidak adanya usaha untuk menjalin fikrah Islamiyyahdengan tariqah Islamiyyahsebagai satu hubungan yang solid, yang tidak terpisahkan.

Berdasarkan pemahaman HTI terhadap tariqah dakwah Rosulullah SAW, HTI menetapkan metode perjalanan dakwahnya ke dalam tiga tahapan sebagai berikut:

1. Tahapan pembinaan dan pengkaderan (Marhalah at Tasqif), yang dialaksanakan untuk membentuk kader-kader yang mempercayai pemikiran dan metode HTI, dalam rangka pembentukan kerangka tubuh partai.

2. Tahapan interaksi (tafa’ul) dengan masyarakat tempat partai itu hidup, sampai ideologinya menjadi kebiasaan umum dan sampai masyarakat menganggap ideologi partai adalah ideologi mereka, sehingga mereka mau membelanya bersama-sama. Tahapan pengambil alihan pucuk pemerintahan (kekuasaan) secara menyeluruh melalui dukungan umat, yang tujuannya adalah untuk menerapkan Islam secara menyeluruh dan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia.

ALASAN HTI DIBUBARKAN

Menurut uu
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan sebenarnya sudah menjelaskan secara rinci mekanisme dan syarat pembentukan maupun pembubaran ormas.
apabila suatu ormas dinilai melanggar persyaratan pendirian yang diatur, maka pemerintah dapat menggunakan mekanisme selanjutnya yang tertuang dalam undang-undang. Misalnya, apabila HTI dinilai bertentangan dengan Pancasila, maka pemerintah dalam melakukan beberapa tahapan tindakan yang diatur dalam Pasal 68 hingga Pasal 72 UU Ormas. Sebagai contoh,  pemerintah bisa mengeluarkan peringatan tertulis secara berjenjang. Apabila pelanggaran ormas tetap terjadi, maka pemerintah bisa melakukan pembekuan sementara terhadap badan hukum ormas. Setelah itu, dalam langkah selanjutnya pemerintah dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan. Menurut Yandri, apabila putusan hakim sudah berkekuatan hukum tetap, maka pemerintah melalui menteri terkait dapat mengeluarkan pengumuman pembubaran ormas. "Makanya Undang-Undang Ormas lahir agar jangan sampai pemerintah dianggap represif, seenak saja membubarkan perkumpulan yang dibuat anak bangsa ini. Tetapi juga ormas tidak boleh menyimpang dari dasar negara," 

Menurut koordinator Bidang Politik
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menyatakan, membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) bukan tanpa alasan. Pembubaran didasari oleh ideologi khilafah yang didakwahkan HTI, mengancam kedaulatan politik negara yang berbentuk NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).  Ideologi khilafah yang disuarakan HTI, menurut Wiranto, bersifat transnasional. Artinya, ideologi ini meniadakan konsep nation state. "Untuk mendirikan negara Islam dalam konteks luas sehingga negara dan bangsa jadi absurd," kata Wiranto dalam keterangan pers di kantornya, Jumat, 12 Mei 2017. "Termasuk Indonesia yang berbasis Pancasila dan UUD 1945."
Wiranto mengatakan, pembubaran HTI telah melalui proses panjang, lewat pengamatan dan mempelajari nilai yang dianut ormas tersebut. Meski tak mengingkari HTI sebagai organisasi dakwah, Wiranto beranggapan tindakan dan dakwah mereka mengancam kedaulatan negara. "Dakwah yang disampaikan masuk wilayah politik," kata Wiranto. Undang-Undang Dasar 1945 jelas mengutarakan tujuan Indonesia sebagai negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Berdaulat itu termasuk kedaulatan dalam politik. "Kalau dalam politik tidak bisa berdaulat, bagaimana kita bisa bersatu?"
Wiranto mengatakan, keberadaan HTI dirasa semakin meresahkan. Pasalnya dari laporan kepolisian banyak penolakan di berbagai daerah, bahkan memicu konflik horizontal antara masyarakat yang pro dan kontra. "Kalau dibiarkan akan meluas lagi," kata dia.
Wiranto menganggap tidak akan ada kompromi terhadap organisasi manapun yang mengancam eksistensi Indonesia, termasuk HTI. "Kewajiban kita yang lahir di Indonesia mempertahankan warisan ini, warisan keberadaan NKRI," kata dia. 


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
NU
ari materi-materi yang sudah disampaikan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) Didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari sebagi Rais Akbar, Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah Wal Jama’ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis), Jumlah warga Nahdlatul Ulama atau basis pendukungnya diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang, dari beragam profesi. Sebagian besar dari mereka adalah rakyat jelata, baik di kota maupun di desa. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi karena secara sosial-ekonomi memiliki masalah yang sama, selain itu mereka juga sangat menjiwai ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah dan pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
HTI
HTI dinilai tidak berperan dalam pembangunan Indonesia, kegiatannya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, serta aktivitasnya banyak yang berbenturan dengan masyarakat, sehingga membahayakan keutuhan NKRI.

B.  Saran
Dalam penulisan makalah ini ,saya mendapat pengetahuan tentang ormas NU dan HTI . Mohon maaf jika di dalam makalah yang saya buat masih banyak terdapat kesalahan . Dan saya meminta saran dan krtik agar dapat membuat makalah yang lebih baik lagi .


























DAFTAR PUSTAKA

Fahrudin, Fuad, Agama dan Pendidikan Demokrasi Pengalaman Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, Pustaka Alvabet Jakarta. 2009
Nalar Politik NU & Muhammadiyah, 2009
http//id.wikipedia.org/wiki/nahdatul ulama
Al Barry, Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Arkola. Surabaya, 1994Sutarmo, Gerakan Sosial Keagamaan Modernis, Suaka Alva. Jogyakarta. 2005

No comments